Sebenarnya hidup sendiri membuatnya sangat kesepian. Tak jauh dari goanya yang gelap, ada satu perkampungan yang dihuni oleh Suku Mantawi. Suku Mantawi satu famili dengan kelompok Orang-orang Darat. Oleh karena itu ingin sekali ia hidup bersama dengan mereka, merasakan jalinan keramaian dan kehangatan orang lain selain dirinya.
Tapi keinginannya tak mungkin bisa terwujud karena masyarakat Suku Mantawi benci sekali sama Golla si raksasa hijau, meskipun Golla tidak bertingkah jahat. Tiap kali ia mencoba mendekat orang-orang dari Suku Mantawi selalu mengusirnya dengan kejam dan menyakitinya.
“Pergi sana! Dasar raksasa hijau yang jelek! Jangan dekati kami,” usir seorang lelaki sambil melempari sebuah batu. Yang diikuti oleh beberapa orang lagi dengan melakukan hal yang sama. Batu-batu itu membuat luka-luka di sekujur tubuh Golla.
Lalu karena tak bisa menjelaskan apapun, ia pun pergi, karena hatinya sudah cukup bersedih mendapat perlakukan seperti itu. Ia pergi ke sungai yang beraliran air lumayan deras untuk membersihkan luka-lukanya. Ia membasuh luka-lukanya dengan air sungai, tetapi rasa sakit di hatinya melebihi rasa sakit dari luka-lukanya.
Tiba-tiba terdengar suara jeritan minta tolong. Golla segera mendekati asal suara. Ketika sampai di bibir sungai ia menemukan seorang anak perempuan dari Suku Mantawi yang berteriak padanya karena seorang temannya tengah terseret arus sungai yang deras.
“Hei, Golla tolonglah dia,” kata seorang anak perempuan yang melihat kedatangan Golla. Tanpa menunggu permintaan tolong kedua kalinya, Golla langsung menyeburkan diri ke dalam sungai dan melawan derasnya arus sungai. Bagi Golla sungai ini tidak ada apa-apanya sehingga sangat mudah bagi Golla untuk menyelamatkan si bocah yang terseret arus. Setelah mendapatkan si bocah yang malang ia membawanya ke tepian sungai. Sesaat kemudian anak itu tersadar dan teman-temannya pun bersorak gembira.
“Hei, ada apa ini?” kata Nazou, Kepala Suku Mentawi yang baru saja datang ke lokasi bersama seorang anak yang memanggilnya.
Kemudian si anak perempuan itu menjelaskan rangkaian cerita dari awal sampai akhir saat Golla berhasil menyelamatkan nyawa si bocah. Setelah mengerti dengan pokok permasalahan Nazou mengucapkan terima kasih banyak kepada Golla.
“Terima kasih atas pertolonganmu Golla,” kata Nazou, “sekarang apa yang bisa kulakukan untuk membalas budi baikmu.”
Golla segera menjawab tanpa bimbang, “bolehkah aku tinggal di Kampung Mantawi?”
Nazou pun berpikir sejenak. Lalu berkata, “perkara ini tidak bisa kuputuskan sendiri. Tapi aku akan mencoba mengusahakannya.” Mereka semua yang ada di pinggiran sungai segera kembali ke perkampungan Suku Mantawi, termasuk Golla. Tetapi Golla menunggu di luar batas pagar perkampungan. Ia cukup tahu diri untuk ikut masuk, tetapi Nazou memaksanya masuk. Dan akhirnya Golla pun bersedia masuk.
Kemudian Nazou mengadakan rapat besar dengan para pemuka Kampung Mantawi lainnya, yang membahas mengenai permintaan Golla tadi. Golla menungguinya dengan sabar di luar. Setelah menunggu selama beberapa jam, akhirnya Nazou pun keluar.
“Bagaimana kepala suku?” Tanya Golla penuh harap.
Nazou menggeleng-gelengkan kepala dengan lemah. Golla pun sudah bisa menebak maksud kepala suku dan hatinya kembali sedih. Ia kemudian berbalik dan hendak meninggalkan harapannya untuk bisa mempunyai teman.
“Tapi…” Nazou melanjutkan, “kau boleh datang ke sini seminggu dua kali dan membantu kami melakukan beberapa pekerjaan. Itupun jika kau bersedia.”
Golla pun menengokkan kepalanya lagi dengan gembira, “benarkah?”
“Ya…” Nazou mengangguk-angguk, “hari sabtu dan minggu, kau bisa berkunjung ke tempat ini.”
“Baiklah. Terima kasih Nazou,” ia berujar dengan kegembiraan yang tak terkira. Golla pulang dengan hati yang sangat gembira. Walaupun hanya bisa datang dua kali seminggu, ia cukup bahagia karena dia akan punya teman-teman yang baik.
Posting Komentar